Ini adalah sebuah kisah yang dituliskan oleh seorang teman...silahkan dinikmati
“Nak, bangun… udah adzan subuh. Sarapanmu udah ibu siapin di meja…”
Tradisi ini sudah berlangsung 20 tahun, sejak pertama kali aku bisa mengingat. Walaupun sekarang aku sudah berkeluarga.
Kini usiaku sudah kepala 3 dan aku jadi seorang Dosen disebuah Instansi Pendidikan, tapi kebiasaan Ibu tak pernah berubah.
“Ibu sayang… ga usah repot-repot Bu, aku udah dewasa.” pintaku pada Ibu pada suatu pagi. Biar aku yang menyiapkan sarapan untuk ibu. Wajah tua itu langsung berubah.
Pun ketika Ibu mengajakku makan siang di sebuah restoran. Buru-buru kukeluarkan uang dan kubayar semuanya. Ingin kubalas jasa Ibu selama ini dengan hasil keringatku. Raut sedih itu tak bisa disembunyikan.
Kenapa Ibu mudah sekali sedih ? Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami Ibu karena dari sebuah artikel yang kubaca .. orang yang lanjut usia bisa sangat sensitive dan cenderung untuk bersikap kanak-kanak ….. tapi entahlah…. Niatku ingin membahagiakan malah membuat Ibu sedih. Seperti biasa, Ibu tidak akan pernah mengatakan apa-apa.
Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya “Bu, maafin aku kalau telah menyakiti perasaan Ibu. Apa yang bikin Ibu sedih ?”
Kutatap sudut-sudut mata Ibu, ada genangan air mata di sana. Terbata-bata Ibu berkata, “Tiba-tiba Ibu merasa kamu tidak lagi membutuhkan Ibu. Kamu sudah dewasa, sudah berkeluarga, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Ibu tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kamu, Ibu tidak bisa lagi jajanin kamu. Semua sudah bisa kamu lakukan sendiri”
Ah, Ya Allah, ternyata buat seorang Ibu .. bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Satu hal yang tak pernah kusadari sebelumnya. Niat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih karena kita tidak berusaha untuk saling membuka diri melihat arti kebahagiaan dari sudut pandang masing-masing.
Diam-diam aku bermuhasabah. .. Apa yang telah kupersembahkan untuk Ibu dalam usiaku sekarang ? Adakah Ibu bahagia dan bangga pada putrinya ini ? Ketika itu kutanya pada Ibu. Ibu menjawab “Banyak sekali nak kebahagiaan yang telah kamu berikan pada Ibu. Kamu tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan.
Kamu berprestasi di sekolah adalah kebanggaan buat Ibu. Kamu berprestasi di pekerjaan dan sekarang sedang melanjutkan kuliah S3 walaupun nun jauh diseberang pun adalah kebanggaan buat Ibu. Kamu bahagia dengan suamimu adalah kebahagian ibu.
Setelah dewasa, kamu berprilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itu kebahagiaan buat Ibu. Setiap kali binar mata kamu mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang tua.” Ibu tak pernah lupa mendoakanmu nak disepanjang hidup ibu.
Lagi-lagi aku hanya bisa berucap “Ampunkan aku ya Allah kalau selama ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada Ibu. Masih banyak alasan ketika Ibu menginginkan sesuatu.” Betapa sabarnya Ibuku melalui liku-liku kehidupan. Sebagai seorang wanita karier seharusnya banyak alasan yang bisa dilontarkan Ibuku untuk “cuti” dari pekerjaan rumah atau menyerahkan tugas itu kepada pembantu. Tapi tidak! Ibuku seorang yang idealis.
Menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang ibu yang takkan bisa dilimpahkan kepada siapapun. Pukul 3 dinihari Ibu bangun dan membangunkan aku untuk tahajud. Menunggu subuh Ibu ke dapur menyiapkan sarapan sementara aku sering tertidur lagi…
Ah, maafin aku Ibu … 18 jam sehari sebagai “pekerja” seakan tak pernah membuat Ibu lelah.. Sanggupkah aku ya Allah ?
“Nak… bangun nak, udah azan subuh .. sarapannya udah Ibu siapin dimeja.. “
Kali ini aku lompat segera.. kubuka pintu kamar dan kurangkul Ibu sehangat mungkin, kuciumi pipinya yang mulai keriput, kutatap matanya lekat-lekat dan kuucapkan “terimakasih Ibu, aku beruntung sekali memiliki Ibu yang baik hati, ijinkan aku membahagiakan Ibu…”.
Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan. .. Cintaku ini milikmu, Ibu… Aku masih sangat membutuhkanmu. .. Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat Dirimu..
Sahabat.. tidak selamanya kata sayang harus diungkapkan dengan kalimat “aku sayang padamu… “, namun begitu, Rasulullah menyuruh kita untuk menyampaikan rasa cinta yang kita punya kepada orang yang kita cintai karena Allah. Ayo kita mulai dari orang terdekat yang sangat mencintai kita …
Ibu dan ayah walau mereka tak pernah meminta, percayalah.. . kata-kata itu akan membuat mereka sangat berarti dan bahagia. Kini Ibuku tinggal sendirian, Ayahku telah mendahuluinya menghadap Sang Illahi. Tapi aku tak pernah lupa untuk menelponnya walaupun hanya sekedar menanyakan apa kabar dan kesehatannya.
Seandainya ayahku masih ada mungkin ibuku tak merasa kesepian seperti saat ini. Maklumlah diantara kami bersaudara akulah yang paling disayang ayah dan terkadang membuat iri kakak kakakku. Ibuku selalu berkata nak..mukamu mirip ayahmu, Ibu jadi teringat ayahmu bila memandang wajahmu nak..
Oh…ibu jangan sedih lagi…hancur hatiku mendengarnya
“Ya Allah,cintai Ibuku, beri aku kesempatan untuk bisa membahagiakan Ibu…” dan jika saatnya nanti Ibu Kau panggil, panggillah dalam keadaan khusnul khatimah. Ampunilah segala dosa-dosanya dan sayangilah ia sebagaimana ia menyayangi aku selagi aku kecil”.
(Aku Yang Selalu merindukanmu)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar